Pengertian pendidikan
kemasyarakatan
Abdurrahman Al-Aisawi
dalam karyanya Musykilaat At-thufulah wa Al-Murahaqah, mengungkapkan
definisi dari pendidikan kemasyarakatan
adalah sebuah proses yang darinya anak-anak belajar untuk menyerap pengetahuan
yang berasal dari lingkungan sosialnya, baik itu nilai-nilai, idealisme, adat
istiadat, kepercayaan, sistem, hukum, dan contoh-contoh perilaku masyarakat
yang berlaku.
Adapun Musa Abu Hausah
dalam makalah Qiraatun fi At-tarbiyah Al-Ijtima’iyyah Al-Islamiyyah memberikan pengertian yang lebih aplikatif , Abu
Hausah memandang bahwa pendidikan kemasyarakatan lebih merupakan upaya
mempersiapkan individu masyarakat agar mampu untuk memberikan kontribusinya
dalam membangun masyarakat.
Maka, definisi pendidikan
kemasyarakatan dapat dirangkum lebih komprehensif dari sudut pandang pendidikan
Islam sebagai proses pembentukan manusia yang dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan dari segala aspek sosialnya, dengan berbagai metodologi khusus
yang sesuai dengan pandangan Islam, adapun dalam lingkup yang lebih sempit
seperti sekolah, pendidikan kemasyarakatan diarahkan kepada interaksi langsung
antara siswa, sekolah, dan masyarakat dengan berbagai kegiatan yang bisa
menumbuh kembangkan karakter dan kepribadian siswa untuk berkontribusi secara
efektif dan positif didalam masyarakat.
Tujuan pendidikan kemasyarakatan
Adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah
yang telah memberikan pandangan terhadap tujuan pendidikan kemasyarakatan,
keduanya menjelaskan tujuan pendidikan kemasyarakatan untuk setiap individu
masyarakat yaitu, untuk menanamkan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemurnian Aqidah, serta tercapainya kebahagiaan di dunia dan akhirat, dalam hal
ini Al-qur’an juga menetapkan tujuan yang lebih luas dari pendidikan
kemasyarakatan yaitu terciptanya masyarakat yang mulia, hal tersebut dapat
dilihat dari istilah yang digunakan Al-Qur’an dalam mendefinisikan masyarakat
dengan istilah ‘Ummat’, contohnya: Ummatan wahidah (أمة واحدة), Ummatan wasatha (أمة وسطا), Ummatan Muqtashidah (أمة مقتصدة), Khairu Ummah (خير أمة).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya
memberikan gambaran masyarakat yang tentram dan sejahtera melalui istilah Baldatun
Thayyibatun (بلدة
طيبة) yang terdapat dalam
surat Assaba’ Ayat:15, Ibnu Katsir berkata “Allah Subhanahu wata’ala
menyebutkan tentang baldatun Thayyibatun didalam Al-Qur’an, yang berarti, negara yang penuh dengan
kenikmatan dan kecukupan dalam kehidupannnya, mendapatkan karunia rizki yang
banyak dari tanaman dan buah-buahan, dan senantiasa mensyukuri ni’mat yang
diberikan oleh Allah dan mengungkapkannya dengan senantiasa menyembah Allah
semata”.
Beberapa contoh ungkapan
Al-Qur’an dalam mendefinisakan Al-Qur’an diatas, menunjukkan ciri-ciri dari
masyarakat yang mulia dimata Allah, sehingga kaum muslimin dapat mengambil
nilai-nilai yang positif darinya untuk menciptakan masyarakat yang mulia dan
berbahagia di dunia dan akhirat.
Pentingnya pendidikan
kemasyarakatan
Pendidikan kemasyarakatan merupakan
aspek pendidikan Islam yang sangat penting, karena manusia sendiri merupakan
makhluk sosial, sebagaimana yang tersirat dalam surat Al-Hujurat Ayat:13, yang
artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal”. ayat tersebut menyiratkan bahwa manusia tidak bisa luput
dari kehidupan bermasyarakat, karena kelangsungan hidupnya tidak bisa
diwujudkan kecuali dengan menumbuh kembangkan nilai-nilai kemasyarakatan
didalam jiwa dan perilakunya, dan pendidikan kemasyarakatan memiliki peran
penting yang dapat diringkas dalam poin berikut:
- Menumbuhkan perilaku sosial yang positif.
- Menumbuhkan sisi kemanusiaan.
- Merupakan proses yang penting demi mewujudkan kebahagiaan dalam kehidupan bermasyarakat.
- Tercapainya kemajuan sosial masyarakat.
- Tercapainya keseimbangan dan keselarasan sosial masyarakat
Implementasi pendidikan kemasyarakatan
di Pondok Modern Gontor
Upaya Gontor dalam
mengimplementasikan pendidikan kemasyarakatan dapat dilihat dari salah satu
misinya yaitu kemasyarakatan. Gontor sendiri telah lama menerapkan sistem
sekolah berasrama (boarding school), dimana dengan sistem tersebut,
terbentuklah sebuah percontohan dari lingkungan masyarakat, sehingga para
santri terdidik selama 24 jam dalam lingkungan tersebut, dan setiap apa yang
didengar dan dilihat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan
itu sendiri.
Gontor dengan pengalamannya dalam
bidang pendidikan meletakkan tujuan umum dari pendidikan kemasyarakatan, dimana
segala kegiatan yang telah disusun dan diatur merupakan upaya untuk membekali
santri dengan ketrampilan hidup, agar nantinya dapat menggunakan ketrampilan
tersebut dalam kehidupan santri kelak dimasyarakat.
K.H Imam Zarkasyi, salah satu
dari tiga pendiri Gontor, mengemukakan tujuan Gontor yang terkait erat dengan nilai-nilai
kemasyarakatan, beliau memandang pentingnya upaya untuk mendidik dan
mempersiapkan santri agar bisa menjadi pemimpin di tengah-tengah masyarakat, mampu
berperan dalam berbagai bidang, baik itu, sebagai seorang mujahid, muballigh,
dan guru, dengan mengemban misi memperkuat keimanan dan keislaman, serta
berperan dalam dakwah dan penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Dan
memiliki imunitas yang mampu menangkal pengaruh-pengaruh negatif, dan tetap
mengedepankan pemenuhan kebutuhan duniawi, sehingga, tidak terjebak dalam kemiskinan.
Maka, berangkat dari tujuan dan
misi tersebut, Gontor berusaha membangun kurikulumnya –intra kurikuler &
ekstrakurikuler- yang menggambarkan usaha Gontor dalam menerapkan pendidikan
kemasyarakatan yang meliputi penanaman nilai-nilai dan ketrampilan sosial
kepada santri-santrinya.
Pada, kegiatan belajar mengajar –intrakurikuler-
susunan mata pelajaran yang bermuatan sosial kemasyarakatan meliputi Geografi,
Ilmu Sosial, Tata Negara, Ilmu Psikologi, Ilmu Psikologi Pendidikan, dan Statistik.
Adapun tujuan dari pada
pengajaran mata pelajaran yang bermuatan sosial kemasyarakatan adalah untuk
meningkatkan kemampuan rasionalitas berpikir santri dalam merespon perkembangan
masyarakat, sekaligus meningkatkan kemampuan kognitif santri dalam merespon
perkembangan yang terjadi didalam masyarakat pada skala nasional maupun internasional
pada masa lalu ataupun masa yang akan datang.
Adapun, dalam upayanya menerapkan
pendidikan kemasyarakatan dalam kegiatan ekstrakurikuler, Gontor berpedoman
pada sebuah hadist shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Bahwa Rasulullah
Shallallahu Alaihi wasallam bersabda: “Orang mukmin yang bergaul dengan manusia
dan sabar terhadap kejahatan mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak
bergaul dengan manusia dan tidak sabar terhadap kejahatan mereka”, dari sini
terlihat, bahwa Gontor senantiasa berupaya untuk senantiasa berpedoman kepada
nilai-nilai yang sudah diajarkan oleh Islam sebagai titik awal untuk membentuk
kegiatan yang bertujuan mendidik santrinya dengan nilai-nilai kemasyarakatan
dalam hal ini kegiatan ekstrakurikuler.
Dalam penerapannya, Gontor membentuk dua badan organisasi
yang mengawasi dan melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler, yang pertama, Organisasi
Pelajar Pondok Modern Gontor yang
singkat (OPPM), dan kedua, Organisasi Kepramukaan atau yang biasa disebut
(Koordinator), dimana dalam kedua organisasi ini para santri dilibatkan dalam
kegiatan yang sengaja dibentuk dengan tujuan mempersiapkan santri untuk terjun
kemasyarakat nantinya setelah mereka tamat dari Gontor, sekaligus menanamkan
nilai-nilai sosial seperti nilai tanggung jawab, loyalitas, dsb, sehingga para
santri dari keterlibatannya dalam kegiatan tersebut memiliki ketrampilan hidup
yang bisa membantu mereka beradaptasi di
dalam masyarakat nantinya.
Gontor mewajibkan kepada seluruh santrinya untuk terlibat
dalam kegiatan kedua organisasi tersebut, baik itu sebagai anggota organisasi,
atau penanggung jawab kegiatan tertentu, maupun pengurus pusat oraganisasi
tersebut. dalam hal ini, Gontor memiliki semboyan yang terus ditanamkan kepada
para santri yaitu “siap memimpin dan siap dipimpin”, “patah tumbuh hilang
berganti” yang menjadi pedoman bagi setiap santri dalam berorganisasi. Setelah satu
tahun berperan dalam pengurusan organisasi diadakan pemilihan pengurus baru,
hal ini bertujuan sebagai pemerataan peran dan fungsi, sehingga pengalaman dan
ketrampilan bisa dirasakan seluas-luasnya oleh para santri.
Setidaknya ada 390 jabatan yang bertanggung jawab mengelola
organisasi, dan terbagi menjadi 23 bagian yang mengurus segala aspek pendidikan
dan kehidupan santri di dalam lingkungan pesantren.
Beberapa metode diterapkan Gontor dalam menanamkan
nilai-nilai pendidikan kemasyarakatan, diantaranya secara rutin santri dirotasi
kamarnya setiap tahun, sehingga santri bisa berinteraksi secara lebih luas
dengan berbagai adat, kultur dan budaya yang berbeda-beda pada masing-masing
individu santri.
Adapun organisasi gerakan kepramukaan, terdiri dari 87 peran
dan tanggung jawab, yang terbagi menjadi 8 bagian yang bertanggung jawab atas
berjalannya kegiatan kepramukaan.
Dari sini bisa dilihat bagaimana Gontor benar-benar memberikan
perhatian yang besar dalam mempersiapakan para santrinya agar nantinya bisa
berperan semaksimal mungkin dalam pengembangan masyarakat.